Minggu, 09 Agustus 2009

Demokrasi yang Sesungguhnya

Oleh : Shinta Anggraeni – LPM Kontak

Demokrasi merupakan hal yang sudah tak asing lagi didengar. Sudah 11 tahun Indonesia menganut system ini sejak terlepas dari kekuasaan orde baru yang merenggut kebebasan rakyatnya untuk bersuara. Demokrasi sama saja dengan kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menyampaikan aspirasi dengan cara yang elegan dan sopan. Banyak orang yang salah kaprah mengartikan demokrasi sebagai suatu kebebasan tanpa batas. Bertindak anarkis, represif mengatas namakan demokrasi.

Beberapa saat yang lalu bangsa ini selesai menjalankan proses demokrasi. Mengadakan pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil presiden yang akan memimpin bangsa ini lima tahun ke depan. Pemilihan yang secara keseluruhan sudah dinilai baik olehsebagian pihak. Namun, tetap saja ada sebagian pihak yang lain merasa tidak puas dengan pemilihan presiden kali ini. Itulah indahnya demokrasi, bukan hanya seiya sekata namun banyak perbedaan yang menjadikan kita bangsa yang kaya, bukan hanya kaya dengan sumber daya alam tapi juga kaya dengan perbedaan pendapatnya.

Kisruh DPT (Daftar Pemilih Tetap), politik uang dan kecurangan-kecurangan lainnya merupakan isu yang sangat sering kita setiap pemilu berlangsung. Kisruh DPT yang sudah menjadi isu besar pada pemilihan legislative beberapa waktu lalu, kini terulang kembali. Banyak rakyat yang tidak mendapat hak suara untuk memilih padahal Ia sudah memenuhi syarat untuk itu, hal ini juga menjadi makin melambungnya angka golput. Kondisi seperti ini tentunya membuat kita mempertanyakan kinerja KPU dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pelaksana Pemili 2009 ini. Sepertinya KPU tidak jua pernah bisa mengambil pelajaran dari penyelenggaraan pemilu legislative 9 April lalu maupun pemilu-pemilu sebelumnya. Bitambah lagi problem Data yang kurang valid serta kekurang tanggapan KPU dalam hal ini seolah membuat permasalahan kisruh DPT ini tidak pernah menemukan titik solusi untuk menyelesaikannya. Beberapa golongan menjadikan isu ini sebagai kecacatan dalam pemilihan umum kali ini. Meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencari jalan tengah dalam mengatasi masalah ini, yaitu dengan diperbolehkannyapemilih yang sudah memenuhi syarat untuk memilih dapat menggunakan KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga) maupun kartu kependudukan lainnya. Namun hal ini tetap saja tidak dapat mengatasi masalah, karena ketersediaan surat suara yang ada di TPS (Tempat Pemungutan Suara) nyatanya hanya terbatas jumlahnya sehingga tidak semua pemilih yang tidak tercantum dalam dpt dapat memberikan suaranya.

Selain itu isu politik uang juga menjadi isu yang banyak diangkat pasca pilpres. Pemberian sejumlah barang atau uang agar para pemilih memilih kandidat yang diusung merupakan salah satu bentuk politik uang yang rutin terjadi dalam proses pemilu yang katanya untuk mencapai kata “Demokrasi”. Suatu tindakan pembodohan terhadap rakyat tentang makna demokrasi yang sebenarnya. Faktor keterbatasan ekonomi menjadi salah satu pemicu mengapa rakyat dengan mudah menerima sejumlah barang atau uang tersebut. Entah nantinya ia akan memilih kandidat tersebut atau tidak, tetap saja itu merupakan tindak pembodohan.

Sebagai bentuk introspeksi, berbagai masalah yang terjadi dalam pemilihan umum kali ini tidak hanya salah KPU semata, namun juga kesalahan rakyat yang kurang peduli terhadap jalannya pemilu. malah cenderung bersikap Apatis terhadap penyelenggaraan pemilu kali ini. Sikap peduli pada kehidupan bangsa kedepan seharusnya menjadi salah satu sikap yang harus dimiliki oleh setiap rakyat agar pemerintahan kedepan dapat berjalan baik dipimpin oleh pemerintah yang bersih, memiliki kapabilitas dalam menjalankan tugasnya dan pemerintah yang mendukung segala kebijakan yang tidak menyusahkan rakyatnya.

Bercermin dari berbagai masalah yang terjadi dari pemilihan presiden kali ini seharusnya menjadikan pembelajaran bagi penyelenggara pemilihan umum mendatang. Dengan begitu masalah-masalah yang kerap kali dialami dalam pemilu sebelumnya tidak akan terulang kembali dan menjadikan proses demokrasi yang dijalankan dapat berjalan dengan sempurna sebagaimana mestinya demokrasi itu berjalan. Kita semua mengharapkan bahwa proses demokrasi itu berjalan dengan baik dan dapat memberikan pembelajaran terhadap rakyat Indonesia tentang apa dan bagaimana mestinya demokrasi harus diterapkan dalam kehidupan bernegara. Bukankah 11 tahun sudah cukup lama untuk mengubah system democrazy yang terjadi selama ini di Indonesia menjadi Demokrasi yang sesungguhnya? Tentunya, untuk mewujudkan hal ini, perana rakyat haruslah lebih dominan. Mari wujudkan demokrasi yang sesungguhnya di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar