Kamis, 09 Juli 2009

PEMILU PRESIDEN 2009 ANTARA HARAPAN DAN KEPALSUAN

Jurang krisis ekonomi dunia semakin dalam, kemerosotan ekomoni telah membawa malapetaka besar bagi mayoritas umat manusia di bumi, khususnya kaum buruh dan tani. Penghancuran atas kehidupan klas buruh dan rakyat pekerja terus berlangsung tampa henti. Poros kekuatan imperialis dunia menunjukkan krisis yang semakin kronis. Solusi yang mereka jalankan adalah penyelamatan kepentingan kapitalis monopoli agar tetap berkembang dan di sisi lain menumbalkan kepentingan klas buruh di negerinya sendiri dan rakyat tertindas di negera-negera berkembang (salah satunya Indonesia). PHK massal, meningkatnya pengangguran, merosotnya strandar hidup layak bagi rakyat pekerja, dan seluruh faktor yang semakin memperkuat suramnya masa depan seluruh rakyat pekerja. Krisis kronis ekonomi Indonesia kini makin memprihatinkan. Kekeringan likuiditas yang menyelimuti perbankan nasional karena rendahnya kredit modal pekerja dan investasi telah memukul ekonomi riil dalam posisi yang mengarah pada kebangkrutan dan memperdalam kerusakan ekonomi nasional.

Saat ini Demokrasi Indonesia tetaplah demokrasi yang di dominasi oleh borjuasi komprador, tuan tanah, dan kapital birokrat. Merekalah yang mengendalikan politik uang di Indonesia. Seluruh partai politik adalah bagian dari mesin kekuasaan yang mereka miliki dan sepenuhnya di bawah kendali mereka. Partai-partai milik klas yang berkuasa masih memdominasi baik di eksekutif maupun legislatif, dan memaksa partai kecil untuk tunduk-patuh-tertindas dengan segala konsesi murahan yang menunjukan betapa bangkrutnya partai-partai milik kaum borjuasi tersebut.

Sementara ilusi ekonomi terus ditaburkan oleh kaum reaksioner sembari menipu rakyat dan melupakan bahwa mereka sendiri adalah akar dari krisis di negeri ini. Mereka adalah sumber malapetaka bagi rakyat dan bukan solusi. Dengan janji manis mereka sekarang mulai menebar pesona dengan frase-frase indah seperti ekonomi kerakyatan, memberi kesan seolah-olah anti terhadap neoliberal, dan kalimat tanpa makna tentang kebangkitan nasional tanpa menyentuh aspek rakyat sedikitpun. Mereka seperti terkena amnesia massal tentang apa yang telah mereka perbuat selama kekuasaan tersebut ada di pangkuan mereka. Bukan solusi, bukan realisasi harapan yang sebelumnya dijanjikan tetapi, hanya perampasan atas upah kerja, tanah dan menambah dalam jurang kesengsaraan.

Tradisi anti rakyat yang dijalankan oleh rezim neokolonial terus berlanjut hingga saat ini, berbagai kebijakan yang dilahirkan pada hakikatnaya tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Kenaikan BBM tetap saja terjadi, PHK terhadap buruh terus saja dilakukan, bahkan lebih besar. UU Penanaman Modal tahun 2007 disahkan, bahkan pendidikan adalah salah satu sektor yang di perdagangkan karena salah satu jenis yang terbuka untuk investasi. Jika pemerintahan sebelumnya mengeluarkan induk undang-undang tentang sistem pendidikan nasional yang kontroversial, maka pemerintahan saat ini melanjutkan dengan peraturan yang lebih menghujam tentang komersialisasi pendidikan yang di manifestasikan dalam UU BHP yang disahkan 17 Desember 2008 lalu.

Sehingga tidak menjadi berlebihan ketika janji kampanye yang dilontarkan oleh capres dan cawapres saat ini tidak lebih dari jualan kecap manis yang berujung pada kenyataan yang begitu pahit untuk rakyat. Hal ini mengingatkan bahwa dalam 10 kali pemilu dilakukan oleh bangsa Indonesia tidak sekalipun mampu mengeluarkan rakyat Indonesia dari jurang kemelaratan. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk meletakkan secara objektif peranan pemilu. Untuk itu, kita sebagai rakyat, harus lebih cerdas menilai mana harapan mana kepasluan yang di umbar.

By : Febri - Presma Retorika
Universitas Pancasila

1 komentar:

  1. Mana lagi nih Generasi2 Mudanya Lpm Retorika Tulisannya ?

    BalasHapus