Kamis, 09 Juli 2009

8 Juli 2009, Bukan Akhir dari Pesta Demokrasi

Oleh : Nur Rachma – ADIGAMA

Mahasiswa Fakultas Hukum – Untar



Terpilihnya seorang Presiden dan Wakil Presiden bukanlah akhir dari partsipasi rakyat dalam menentukan nasibnya di negeri sendiri. Karma itu, BANGUN! BANGKIT! Jangan terbuai dengan ilusi dalam pesta singkat ini. Jangan biarkan mereka yang kita pilih justru asyik berpesta sendiri dan tanpa control selama 5 tahun kedepan.

Surat suara sudah kita buka, salah satu dari tiga pasang kandidak Capres dan Cawapres yang menurut pribadi kita pantas untuk memimpin bangsa ini telah kta tentukan. 8 Juli 2009 adalah hari penentuan. Dimana tangan-tangan kita sendirilah yang bertanggung jawab atas pilihan yang sudah kita tentukan. Harapan rakyat untuk perubahan nasibnya kedepan sudah di patrikan dalam contrengan surat suara dan bubuhan tinta biru di salah satu jari tangan. Namun, apakah hal ini menandakan bahwa pemilu telah usai? Dan kewajiban kita sebagai rakyat untuk mengawal jalannya demoktasi sampai pada penegakan yang hakiki telah berakhir?

Tentunya masih segar dalam ingatan kita, sebelum moment penentuan nasib bangsa itu di perhelatkan dalam satu hari besar. 8 Juli 2009 yaitu hari dimana sebagian besar rakyat Indonesia telah menggantungkan harapan dan nasibnya kedepan. Kata “menggantungkan harapan & nasib” untuk menuju lebih baik itulah yang akhirnya dimanfaatkan oleh masng-masing Capres dan Cawapres dalam kampanye pada panggung politiknya. Memainkan segi sentimental primordial dan memanfaatkan kebingungan public untuk meluluhkan hati rakyat. Seperti layaknya tabib hebat semua kanditat mengklime punya obat mujarab untuk semua penyakit bangsa. Kata-kata yang diucapkan mereka selalu mengandung gula-gula, tak jarang mereka juga menabur ilusi pencapaian kesejahteraan yang terlalu muluk dan mengawang-awang kepada rakyat, seolah pemilu kali in akan membuat Sang pemenang berkuasa begitu lama dan merasa bangga karma berhasil lebih unggul dari yang lainnya, padahal siapapun Presiden dan Wakil Presiden terpilih nantinya mereka akan dibebani tugas yang sama, menghadapi lambat dan ruwetnya birokrasi yang sama, masih ditambah dengan beban devisit anggaran yang kian meroket dari tahun ke tahun, utang yang terus menggunung, laju pertumbuhan penduduk yang mulai merisaukan di tengah daya dukung alam yang terus menyusus, cemakin canggihnya penyebaran penyakit yang mematikan, ditambah lagi pembenahan pondasi hokum yang semakin bobrok dan sebagainya. Dapatkah Pesiden dan Wapres terpilih nati memberikan solusi dari semua keruwetan itu?

Kini Bangsa Indonesia adalah ibarat sebuah kapal pesiar besar yang hamper karam dengan 240 juta jiwa awak kapal didalamnya. Mampukah Presiden terpilih menjadi nahkoda yang bias menstabilkan kembali keadaan kapal? Dan selanjutnya akan dibawa kemana arah kemudi kapal tersebut? Jawabannya sudah barang tentuk “tidak gampang” . bahkan Penulis sendiri pun menyangsikan semua janj-janji manis pada saat kampanye waktu itu akan terealisasikan secara riil kepada rakyat. Jika dilihat dari background sebelumnya ketiga Capres dan Cawapres dalam Pemilu 2009 ini. Mereka masing-masing bukanlah sosok yang baru sebagai pemimpin. Bahkan diantara mereka ada yang sebelumnya pun sudah pernah berkesempatan duduk di kursi yang sekarang mereka sedang perebutkan. Seharusnya pada kesempatan itu mereka bias berbuat banyak untuk rakyat. Namun, apa yang mereka berikan…??? Kesejahteraan rakyat? Lapangan kerja yang luas? Penegakan hukum yang benar-benar adil? Mengapa sampai detik in masih banyak bayi yang meninggal karena kekurangan gizi/ gizi buruk? Banyak orang tua yang tega menghabisi nyawa anak kandungnya dan dilanjutkan dengan menghabisi nyawanya sendiri hanya karena untuk menghindari kepusingan akibat beban hidup & beban ekonomi yang semakin berat! Lantas apa pula yang akan membuat mereka berbeda dalam lima tahun kedepan???

Semoga rakyat semakin cerdas dalam menilai, hari pencontrengan memang sudah berlalu. Siapapun figure pemimpin bangsa Indonesia kedepan itulah yang seharusnya sama-sama kita hormati, Kita dukung kepemimpinannya, dan kita awasi kinerjanya agar kinerja tersebut jagan sampai jalan ditempat atau malah justru mundur kebelakang. Inilah wujud dari sebuah kata demokrasi sesungguhnya. Peran kita jagan sampai berhenti hanya sampai pencontrengan atau setelah suara selesai dihitung oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) karena terpilihnya seorang Presiden dan Wakil Presiden bukanlah akhir dari partsipasi rakyat dalam menentukan nasibnya di negeri sendiri. Karma itu, BANGUN! BANGKIT! Jangan terbuai dengan ilusi dalam pesta singkat ini. Jangan biarkan mereka yang kita pilih justru asyik berpesta sendiri dan tanpa control selama 5 tahun kedepan.

Untuk itu, Penulis menularkan “Semangat Tanpa Batas” dari FPMJ (Forum Pers Mahasiswa Jakarta) kepada para pembaca. Mari satukan rakyat untuk bersama menciptakan keberhasilan demokrasi sesungguhnya karena kunci keberhasilan dari demokrasi sendiri itu sangat tergantung pada sejauhmana warga Negara memiliki kemauan untuk melibatkan diri dalam kepentingan kesejahteraan public. (Thomas Mayer, Social and libertarian democracy – 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar