Minggu, 29 November 2009

Senandung Lirih Pendidikan

Oleh : Hendro Ramadhani - Didaktika

Banyak yang bilang jika aku (baca:pendidikan) ini mahal. Banyak yang bilang jika aku ini candu. Banyak yang bilang jika aku ini yang melahirkan perbedaan kelas masyarakat. Banyak yang bilang jika aku ini lembaga makelar. Banyak yang bilang jika aku ini telah diperkosa dan dipasung oleh kuasa modal.

Aku tidak percaya akan kenyataan identitas diri hari ini. Aku tidak bersalah atas kenyataan dan aku tidak bersalah atas keadaan eksistensi di negeri ini. Aku hanya menjadi suatu hal yang terus dimanfaatkan oleh keberlangsungan liberalisas global. Aku menjadi korban pada periode ini.

Terkadang aku berpikir, masihkah pantas aku berada di negeri ini?jika memang keberadaan aku hanya menjadi alat para ambisi pemodal. Aku bingung, sedih, galau semakin menghantui setiap langkah ini. Jujur, aku tersentak dengan kenyataan hari ini. Sempat terbesit untuk mengembalikan aku lagi dalam kondisi yang seharusnya. Yaitu aku menjadi suatu yang dapat membawa peradaban manusia lebih baik. Peradaban dimana semua manusia Indonesia tak lagi canggung untuk melihat konteks kehidupan sosial kekinian.

Aku terhempas dan mungkin mulai kehilangan kendali. Aku terasuki iblis yang tak lagi peduli dengan manusia yang lain. Aku telah dikalahkan dengan keadaan yang membentuk manusia hari ini. Lembaga yang selalu menyandang status aku justru tak dapat berbuat banyak. Ya, lembaga itu justru merelakan apa yang telah terjadi pada diri aku. Karena memang, lembaga tersebut mendapatkan nilai lebih (baca:keuntungan) dengan menjual status aku.

Sejujurnya, aku kecewa terhadap lembaga tersebut. Siapapun itu, aku benci dia. Huh, mungkin terlalu cepat aku mengeluarkan pernyataan lirih dan pedih ini. Karena jika aku kalah dengan keadaan hari ini maka aku akan hilang di masa depan. Jika aku hilang esok artinya sejarah tentang aku takakan kembali. Bagi aku, terlalu mengerikan untuk dibayangkan tentang hilangnya aku. Aku mohon, jangan hilang.

Aku tak akan hilang walau segala rekayasa politik dimainkan utuk menghilangkan aku. Sejujurnya aku tak akan hilang tergerus zaman yang semakin terdengar gaungnya tentang "akhir dari kehidupan sosial". Karena aku masih yakin, masih ada beberapa manusia-minoritas-yang masih membicarakan aku di tempat2 ngopi, dibawah pohon cemara, ditepi sungai ciliwung.

Yang pasti aku tidak akan percaya jika aku dibicarakan dalam gedung parlemen atau pemerintahan. Aku terlalu banyak dikelabui disana. Oh, maaf ini bukan pernyataan subyektik tentang aku, ini kenyataan.

Aku hanya inginkatakan, jika aku masa lalu, hari ini dan masa depan tak akan pernah terkikis sedikit pun tentang identitas aku di muka bumi.

Tak terasa awan semakin gelap dan angin kencang telah menampar wajah ini. Aku terdampar, terkulai dalam keraguan atas kenyataan. Namun disela gemuruh yang semakin nakal. Aku yakin masih dapat bertahan dalam kenyataan. Karena badai yang terus menrus menimpa diri aku, pasti akan berlalu.


Sekali lagi, aku adalah pendidikan.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar